BAB I
Himpunan
3.1
Dasar-Dasar Teori Himpunan
·
Himpunan (set)
adalah kumpulan objek-objek yang berbeda.
·
Objek di dalam himpunan disebut elemen, unsur, atau anggota.
3.1.1 Cara Penyajian Himpunan
1. Enumerasi
Contoh 3.1
- Himpunan empat
bilangan asli pertama: A = {1, 2, 3,
4}.
- Himpunan lima
bilangan genap positif pertama: B =
{4, 6, 8, 10}.
- C =
{kucing, a, Amir, 10, paku}
- R = { a,
b, {a, b, c}, {a, c}
}
- C = {a,
{a}, {{a}} }
- K = { {} }
- Himpunan 100 buah bilangan asli pertama: {1,
2, ..., 100 }
- Himpunan bilangan bulat ditulis sebagai {…,
-2, -1, 0, 1, 2, …}.
Keanggotaan
x Î A : x merupakan anggota himpunan A;
x Ï A : x bukan merupakan anggota himpunan A.
Contoh
3.2
Misalkan: A = {1, 2, 3, 4}, R = { a,
b, {a, b, c}, {a, c}
}
K = {{}}
maka
3 A
5 A
{a, b,
c} Î R
c Ï R
{}
Î K
{} Ï R
Contoh 3.3 Bila P1 = {a, b}, P2
= { {a, b} }, P3 = {{{a, b}}},
maka
a Î P1
a Ï P2
P1 Î P2
P1
Ï P3
P2 Î P3
2. Simbol-simbol
Baku
P = himpunan bilangan bulat positif = { 1,
2, 3, ... }
N = himpunan bilangan alami (natural) = { 1,
2, ... }
Z = himpunan bilangan bulat = {
..., -2, -1, 0, 1, 2, ... }
Q = himpunan bilangan rasional
R = himpunan bilangan riil
C = himpunan bilangan kompleks
·
Himpunan yang universal: semesta,
disimbolkan dengan U.
Contoh: Misalkan U = {1,
2, 3, 4, 5} dan A adalah himpunan
bagian dari U, dengan A = {1, 3, 5}.
3. Notasi Pembentuk Himpunan
Notasi: { x ú syarat yang harus dipenuhi
oleh x }
Contoh 3.4
(i) A adalah
himpunan bilangan bulat positif yang kecil dari 5
A = { x | x adalah bilangan bulat
positif lebih kecil dari 5}
atau
A =
{ x | x P, x < 5 }
yang ekivalen dengan A = {1, 2, 3,
4}
(ii) M = { x | x adalah mahasiswa yang mengambil kuliah
matematika diskrit}
4. Diagram Venn
Contoh 3.5
Misalkan U = {1, 2, …, 7,
8}, A = {1, 2, 3, 5} dan B =
{2, 5, 6, 8}.
Diagram Venn:
Gambar 3.1
3.1.2 Kardinalitas
·
Jumlah elemen di dalam A disebut kardinal dari himpunan A.
·
Notasi: n(A) atau êA ê
Contoh
3.6
(i) B = { x | x merupakan bilangan prima yang lebih
kecil dari 20 },
atau B = {1, 3, 5,
7, 11, 13, 17, 19} maka ½B½ = 8
(ii) T = {kucing, a, Amir, 10,
paku}, maka ½T½ = 5
(iii) A = {a, {a}, {{a}} }, maka ½A½ = 3
3.1.3 Himpunan Kosong
·
Himpunan dengan kardinal = 0 disebut himpunan kosong (null set).
·
Notasi : Æ atau {}
Contoh 3.7
(i) E
= { x | x < x }, maka n(E)
= 0
(ii) P =
{ orang Indonesia yang pernah ke bulan }, maka n(P) = 0
(iii) A = {x | x
adalah akar persamaan kuadrat x2
+ 1 = 0 }, n(A) = 0
·
himpunan {{ }} dapat juga ditulis
sebagai {Æ}
·
himpunan {{ }, {{ }}} dapat juga
ditulis sebagai {Æ, {Æ}}
·
{Æ} bukan
himpunan kosong karena ia memuat satu elemen yaitu himpunan kosong.
3.1.4 Himpunan Bagian (Subset)
·
Himpunan A
dikatakan himpunan bagian dari himpunan B
jika dan hanya jika setiap elemen A
merupakan elemen dari B.
·
Dalam hal ini, B
dikatakan superset dari A.
·
Notasi: A Í B
·
Diagram Venn :
Gambar 3.2
Contoh
3.8
(i) { 1, 2, 3} Í {1, 2, 3, 4, 5}
(ii) {1, 2, 3} Í {1, 2, 3}
(iii) N Z R C
(iv) Jika A = { (x, y) | x + y
< 4, x ³ 0, y
³ 0 } dan
B
= { (x, y) | 2x + y < 4, x ³ 0 dan y ³ 0 }, maka B
A.
TEOREMA
1. Untuk sembarang himpunan A berlaku hal-hal sebagai
berikut:
(a) A adalah himpunan bagian dari A itu sendiri (yaitu, A A).
(b) Himpunan kosong merupakan
himpunan bagian dari A ( A).
(c) Jika A Í B dan B Í C, maka A Í C
·
A dan A A, maka dan A disebut himpunan bagian tak sebenarnya (improper subset) dari himpunan A.
Contoh
: A = {1, 2, 3}, maka {1, 2, 3} dan Æ adalah improper subset dari A.
·
A Í B berbeda dengan A Ì B
(i)
A Ì B : A adalah himpunan bagian dari B tetapi A ¹ B.
A adalah himpunan bagian sebenarnya (proper subset) dari B.
Contoh : {1} dan
{2, 3} adalah proper subset dari {1, 2, 3}
(ii) A
Í B : digunakan untuk menyatakan bahwa A adalah himpunan bagian (subset) dari B
yang memungkinkan A = B.
3.1.5 Himpunan yang Sama
·
A = B jika dan hanya jika setiap elemen A merupakan elemen B dan sebaliknya setiap elemen B
merupakan elemen A.
·
A = B jika A adalah himpunan bagian dari B
dan B adalah himpunan bagian dari A. Jika tidak demikian, maka A
¹ B.
·
Notasi : A = B
« A Í B dan B Í A
Contoh 3.9
(i) Jika A
= { 0, 1 } dan B = { x | x
(x – 1) = 0 }, maka A = B
(ii) Jika A
= { 3, 5, 8 } dan B = {5, 3, 8 },
maka A = B
(iii) Jika A = { 3, 5, 8 } dan B = {3, 8}, maka A ¹ B
Untuk tiga buah
himpunan, A, B, dan C berlaku aksioma
berikut:
(a) A = A, B = B, dan C = C
(b) jika A = B,
maka B = A
(c) jika A = B
dan B = C, maka A = C
3.1.6 Himpunan yang Ekivalen
·
Himpunan A
dikatakan ekivalen dengan himpunan B
jika dan hanya jika kardinal dari kedua himpunan tersebut sama.
·
Notasi : A ~ B
« ½A½ = ½B½
Contoh 3.10
Misalkan A = { 1, 3, 5, 7 } dan B = { a, b, c, d
}, maka A ~ B sebab ½A½ = ½B½ = 4
3.1.7 Himpunan Saling Lepas
·
Dua himpunan A dan B dikatakan saling
lepas (disjoint) jika keduanya tidak
memiliki elemen yang sama.
·
Notasi : A // B
·
Diagram Venn:
Gambar 3.3
Contoh 3.11
Jika A = { x | x P, x < 8 } dan B = { 10, 20, 30, ... }, maka A // B.
3.1.8 Himpunan Kuasa
·
Himpunan kuasa (power set) dari himpunan A adalah suatu himpunan yang
elemennya merupakan semua himpunan bagian dari A, termasuk himpunan
kosong dan himpunan A sendiri.
·
Notasi : P(A) atau 2A
·
Jika ½A½ = m, maka ½P(A)½ = 2m.
Contoh
3.12
Jika A = { 1, 2 }, maka P(A) = { , { 1 }, { 2 }, { 1, 2 }}
Contoh 3.13
Himpunan kuasa
dari himpunan kosong adalah P(Æ) = {Æ}, dan himpunan kuasa dari
himpunan {Æ} adalah P({Æ}) = {Æ, {Æ}}.
3.2 Operasi Terhadap Himpunan
a. Irisan (intersection)
·
Notasi : A Ç B = { x | x Î A dan x Î B }
Gambar 3.4
Contoh 3.14
(i)
Jika A = {2, 4, 6, 8, 10} dan B = {4, 10, 14, 18},
maka A
Ç B = {4, 10}
(ii) Jika A = { 3, 5, 9 } dan B = { -2, 6 }, maka A B = .
Artinya:
A // B
b. Gabungan (union)
·
Notasi : A È B = { x | x Î A atau x Î B }
Gambar 3.5
Contoh 3.15
(i) Jika A
= { 2, 5, 8 } dan B = { 7, 5, 22 },
maka A B = { 2, 5, 7, 8, 22 }
(ii) A = A
c. Komplemen (complement)
·
Notasi :
= { x | x Î U, x Ï A }
Gambar 3.6
Contoh
3.16
Misalkan U = { 1, 2, 3, ..., 9 },
(i)
jika A = {1, 3, 7,
9}, maka
= {2, 4, 6, 8}
(ii)
jika A = { x | x/2
P, x < 9 }, maka
= { 1, 3, 5, 7, 9 }
Contoh 3.17 Misalkan:
C = himpunan semua mobil yang dibuat sebelum tahun 1990
D = himpunan semua mobil yang nilai jualnya kurang dari
Rp 100 juta
E = himpunan semua mobil milik mahasiswa universitas
tertentu
(i)
“mobil mahasiswa di universitas ini produksi dalam negeri
atau diimpor dari luar negeri” à (E Ç A) È (E Ç B) atau E Ç (A È B)
(ii)
“semua mobil produksi dalam negeri yang dibuat sebelum tahun
1990 yang nilai jualnya kurang dari Rp 100 juta” à A Ç C Ç D
(iii) “semua mobil impor buatan
setelah tahun 1990 mempunyai nilai jual lebih dari Rp 100 juta” à
d. Selisih (difference)
·
Notasi : A – B = { x | x Î A dan x Ï B }
= A Ç 
Gambar 3.7
Contoh 3.18
(i) Jika A = { 1, 2, 3, ..., 10 } dan B
= { 2, 4, 6, 8, 10 }, maka A – B = { 1, 3, 5, 7, 9 } dan B – A
=
(ii) {1, 3, 5} – {1, 2, 3} = {5},
tetapi {1, 2, 3} – {1, 3, 5} = {2}
e. Beda Setangkup (Symmetric Difference)
·
Notasi: A Å B = (A È B) – (A Ç B) = (A – B) È (B – A)
Contoh 3.19
Jika A = { 2, 4, 6 } dan B = {
2, 3, 5 }, maka A B = { 3, 4, 5, 6 }
Contoh 3.20 Misalkan
U = himpunan mahasiswa
P = himpunan mahasiswa yang nilai ujian UTS di atas 80
Q = himpunan
mahasiswa yang nilain ujian UAS di atas 80
Seorang
mahasiswa mendapat nilai A jika nilai UTS dan nilai UAS keduanya di atas 80,
mendapat nilai B jika salah satu ujian di atas 80, dan mendapat nilai C jika
kedua ujian di bawah 80.
(i)
“Semua mahasiswa yang
mendapat nilai A” : P Ç Q
(ii)
“Semua mahasiswa yang
mendapat nilai B” : P Å Q
(iii)
“Semua mahasiswa yang mendapat nilai C” : U – (P È Q)
TEOREMA
2. Beda
setangkup memenuhi sifat-sifat berikut:
f. Perkalian Kartesian (cartesian product)
·
Notasi: A ´ B = {(a, b) ½ a Î A dan b Î B }
Contoh 3.21
(i) Misalkan C
= { 1, 2, 3 }, dan D = { a, b }, maka
C
´ D = { (1, a), (1, b), (2, a), (2, b), (3, a), (3, b) }
(ii) Misalkan A
= B = himpunan semua bilangan riil,
maka
A
´ B = himpunan semua titik di bidang datar
Catatan :
1. Jika A dan B merupakan himpunan berhingga, maka: ½A ´ B½ = ½A½ . ½B½.
2. Pasangan
berurutan (a, b) berbeda dengan (b, a), dengan kata lain (a, b)
¹ (b, a).
3. Perkalian
kartesian tidak komutatif, yaitu A ´ B ¹ B ´ A dengan syarat A atau B tidak kosong.
Pada Contoh 20(i) di atas, D ´ C = {(a, 1), (a, 2), (a, 3), (b, 1), (b, 2), (b, 3) } ¹ C ´ D.
4. Jika A
= Æ atau B = Æ,
maka A ´ B = B ´ A
= Æ
Contoh 3.22 Misalkan
A = himpunan makanan = { s
= soto, g = gado-gado, n = nasi goreng, m = mie rebus }
Berapa banyak
kombinasi makanan dan minuman yang dapat disusun dari kedua himpunan di atas ?
Penyelesaian :
½A ´ B½ = ½A½×½B½ = 4 × 3 = 12 kombinasi dan minuman, yaitu {(s, c), (s, t),
(s, d), (g, c), (g,
t), (g, d), (n, c),
(n, t), (n, d), (m,
c), (m, t), (m, d)}.
Contoh
3.23 Daftarkan semua anggota himpunan berikut:
(a) P(Æ) (b) Æ ´ P(Æ) (c) {Æ}´ P(Æ)
Penyelesaian :
(a)
P(Æ) = {Æ}
(b)
Æ ´ P(Æ) = Æ (ket: jika A = Æ atau B = Æ maka A ´ B = Æ)
(c)
{Æ}´ P(Æ) = {Æ}´ {Æ} = {(Æ,Æ))
3.3 Hukum-hukum Himpunan
1. Hukum
identitas:
A = A
A U = A
|
2. Hukum null/dominasi:
A =
A U = U
|
3. Hukum komplemen:
A = U
A =
|
4. Hukum idempoten:
A A = A
A A = A
|
5. Hukum involusi:
= A
|
6. Hukum penyerapan (absorpsi):
A (A B) = A
A (A B) = A
|
7. Hukum komutatif:
A B = B A
A B = B A
|
8. Hukum asosiatif:
A (B C) = (A B) C
A (B C) = (A B) C
|
9. Hukum
distributif:
A (B C) = (A B) (A C)
A (B C) = (A B) (A C)
|
10. Hukum De Morgan:
= 
= 
|
11. Hukum 0/1
= U
= Æ
|
|
3.4
Prinsip Dualitas
·
Prinsip dualitas: dua konsep yang berbeda dapat dipertukarkan
namun tetap memberikan jawaban yang benar.
Contoh: AS à kemudi mobil di kiri depan
Inggris
(juga Indonesia) à kemudi mobil di kanan depan
Peraturan:
(a)
di Amerika Serikat,
- mobil harus berjalan di bagian kanan
jalan,
-
pada jalan yang berlajur banyak, lajur kiri untuk
mendahului,
-
bila lampu merah menyala, mobil belok kanan
boleh langsung
(b) di Inggris,
-
mobil harus berjalan di bagian kiri
jalan,
-
pada jalur yang berlajur banyak, lajur kanan
untuk mendahului,
-
bila lampu merah menyala, mobil belok kiri
boleh langsung
Prinsip dualitas:
Konsep kiri dan
kanan dapat dipertukarkan pada kedua negara tersebut sehingga peraturan yang
berlaku di Amerika Serikat menjadi berlaku pula di Inggris.
·
(Prinsip Dualitas pada Himpunan). Misalkan S adalah suatu kesamaan (identity) yang melibatkan himpunan dan operasi-operasi seperti ,
, dan komplemen. Jika S* diperoleh dari S dengan mengganti ® , ® , ® U, U ® ,
sedangkan komplemen dibiarkan seperti semula, maka kesamaan S* juga benar dan disebut
dual dari kesamaan S.
1. Hukum
identitas:
A = A
|
Dualnya:
A U = A
|
2. Hukum null/dominasi:
A =
|
Dualnya:
A U = U
|
3. Hukum komplemen:
A = U
|
Dualnya:
A =
|
4. Hukum idempoten:
A A = A
|
Dualnya:
A A = A
|
5. Hukum
penyerapan:
A
(A B) = A
|
Dualnya:
A
(A B) = A
|
6. Hukum
komutatif:
A
B = B A
|
Dualnya:
A
B = B A
|
7. Hukum
asosiatif:
A (B C) = (A B) C
|
Dualnya:
A (B C) = (A B) C
|
8. Hukum distributif:
A (B C)=(A B) (A C)
|
Dualnya:
A (B C) = (A B) (A C)
|
9. Hukum De Morgan:
|
Dualnya:
|
10. Hukum 0/1
= U
|
Dualnya:
= Æ
|
Contoh 3.24 Dual dari (A B) (A
) = A adalah
(A B) (A
) = A.
- Partisi dari sebuah himpunan A adalah sekumpulan himpunan bagian tidak kosong A1, A2, … dari A
sedemikian sehingga:
(a)
A1 È A2 È … = A, dan
(b)
Ai Ç Aj = Æ untuk i ¹ j
Contoh 3.25 Misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8}, maka {
{1}, {2, 3, 4}, {7, 8}, {5, 6} } adalah partisi A.
3.6 Himpunan Ganda
- Himpunan yang elemennya
boleh berulang (tidak harus berbeda) disebut himpunan ganda (multiset).
Contohnya, {1, 1, 1, 2, 2, 3}, {2, 2, 2}, {2, 3, 4}, {}.
- Multiplisitas dari suatu elemen pada himpunan ganda adalah
jumlah kemunculan elemen tersebut pada himpunan ganda. Contoh: M = { 0, 1, 1, 1, 0, 0, 0, 1 }, multiplisitas 0 adalah 4.
- Himpunan (set) merupakan contoh khusus dari suatu
multiset, yang dalam hal ini
multiplisitas dari setiap elemennya adalah 0 atau 1.
- Kardinalitas dari suatu multiset didefinisikan sebagai kardinalitas himpunan
padanannya (ekivalen), dengan mengasumsikan elemen-elemen di dalam multiset semua berbeda.
3.7 Operasi Antara Dua Buah Multiset
Misalkan P dan Q adalah multiset:
1.
P Q adalah suatu multiset
yang multiplisitas elemennya sama dengan multiplisitas maksimum elemen tersebut
pada himpunan P dan Q.
Contoh: P = { a, a, a,
c, d, d } dan Q ={ a,
a, b, c, c },
P Q = {
a, a, a, b,
c, c, d, d }
2.
P Q
adalah suatu multiset yang
multiplisitas elemennya sama dengan multiplisitas minimum elemen tersebut pada
himpunan P dan Q.
Contoh: P = { a, a, a,
c, d, d } dan Q = { a, a, b, c,
c }
P Q = {
a, a, c }
3. P – Q adalah suatu multiset
yang multiplisitas elemennya sama dengan:
multiplisitas elemen tersebut pada P dikurangi multiplisitasnya pada Q, jika selisihnya positif
0,
jika selisihnya nol atau negatif.
Contoh: P = { a, a, a,
b, b, c, d, d,
e } dan Q = { a, a, b, b,
b, c,
c, d, d,
f } maka P – Q = { a,
e }
4.
P + Q, yang didefinisikan sebagai jumlah (sum) dua buah himpunan ganda, adalah
suatu multiset yang multiplisitas
elemennya sama dengan penjumlahan dari multiplisitas elemen tersebut pada P dan Q.
Contoh: P = { a, a, b,
c, c } dan Q = { a, b,
b, d },
P + Q = { a, a,
a, b, b, b, c,
c, d }
3.8
Pembuktian Pernyataan Perihal Himpunan
1.
Pembuktian dengan menggunakan diagram Venn
Contoh 3.26 Misalkan A, B, dan C adalah himpunan. Buktikan A Ç (B È C)
= (A Ç B) È (A Ç C)
dengan diagram Venn.
Bukti:
A Ç (B È C) (A Ç B) È (A Ç C)
Gambar 3.8
Kedua diagram Venn memberikan area arsiran yang sama.
Terbukti bahwa
A Ç (B È C) = (A Ç B) È (A Ç C).
·
Diagram Venn hanya dapat digunakan jika himpunan yang
digambarkan tidak banyak jumlahnya.
·
Metode ini mengilustrasikan
ketimbang membuktikan fakta. Diagram Venn
tidak dianggap sebagai metode yang valid untuk pembuktian secara
formal.
2. Pembuktikan dengan menggunakan tabel keanggotaan
Contoh 3.27 Misalkan A, B, dan C adalah himpunan. Buktikan bahwa A Ç (B È C) = (A Ç B)
È (A
Ç C).
Bukti:
Tabel 3.1
A
|
B
|
C
|
B È C
|
A Ç (B È C)
|
A Ç B
|
A Ç C
|
(A Ç B) È (A Ç C)
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Karena kolom A Ç (B È C) dan kolom (A Ç B) È (A Ç C)
sama, maka A Ç (B È C) = (A Ç B) È (A Ç C).
3. Pembuktian dengan menggunakan
aljabar himpunan.
Bukti:
(A Ç B) È (A Ç
)
= A Ç (B È
) (Hukum
distributif)
= A
Ç U (Hukum komplemen)
= A (Hukum identitas)
Contoh
3.29 Misalkan A dan B himpunan.
Buktikan bahwa A È (B – A) = A È B
Bukti:
A È (B – A) = A
È (B Ç
) (Definisi
operasi selisih)
= (A È B) Ç (A È
) (Hukum
distributif)
= (A È B) Ç U (Hukum komplemen)
= A
È B (Hukum identitas)
Contoh 3.30 Buktikan bahwa untuk sembarang himpunan A dan B, bahwa
(i)
A È (
Ç B) = A
È B
dan
(ii) A Ç (
È B) = A
Ç B
Bukti:
(i) A
È (
Ç B) = ( A È
) Ç (A Ç B) (H. distributif)
= U
Ç (A Ç B) (H.
komplemen)
= A È B (H.
identitas)
(ii) adalah dual dari (i)
A Ç (
È B) = (A Ç
) È (A Ç B) (H. distributif)
= Æ È (A Ç B) (H. komplemen)
= A Ç B (H.
identitas)
4. Pembuktian dengan menggunakan definisi
Bukti:
(i)
Dari definisi himpunan bagian, P Í Q jika dan hanya jika setiap x
Î P
juga Î Q. Misalkan x Î A.
Karena A Í (B È C), maka dari definisi
himpunan bagian, x juga Î (B
È C).
Dari
definisi operasi gabungan (È), x Î (B È C) berarti x Î B atau x Î C.
(ii) Karena x Î A dan A Ç B = Æ, maka x Ï B
Dari (i) dan (ii), x Î C harus
benar. Karena "x Î A juga berlaku x Î C, maka dapat disimpulkan A Í C .